Kali ini aku akan membahas tentang perempuan dalam dunia Diplomasi karena bulan April ini merupakan bulannya Ibu R.A Kartini nih.
Siapa yang suka sejarah Korea seperti aku?
Nah sebelumnya aku mau bahas dulu perempuan/wanita Korea di zaman dulu itu seperti apa sih?!
Kalian yang suka nonton sageuk atau Historical drama Korea pasti tahu betul cewek-cewek Korea zaman dulu itu seperti apa, enak enggak sih hidup di jaman dulu itu...?!
Kehidupan perempuan zaman modern saat ini cukup jauh berbeda dibandingkan zaman dahulu. Dulu perempuan masih terikat dengan adat istiadat dan terdiskriminasi, mereka tidak mendapatkan status yang sama dengan pria.
Wanita Joseon
Selama zaman Dinasti Goryeo wanita memiliki kebebasan yang cukup besar, mereka bisa bebas bergaul dengan pria, memiliki harta milik sendiri dan mewarisi tanah. Tapi sayangnya setelah separuh jalan era Joseon setelah perang "Imjin", perempuan bertahap menjadi lebih buruk. Pada zaman ini perempuan harus tunduk kepada ayahnya, ketika menikah mereka harus tunduk kepada suami, mereka dituntut menjadi wanita yang berbudi luhur, rendah hati, patuh dan setia. Mereka dilarang bermain dan bersenang-senang di luar rumah
Sebagian besar wanita buta huruf karena sekolah hanya untuk pria, dia akhir abad ke 19 bahkan setelah mereka mengenal hangeul pun hanya 4% wanita yang bisa membaca dan menulis. Hanya wanita bangsawan yang bisa mendapat pendidikan dari dalam keluarga hanya seperti putri mahkota abad ke 18 Lady Hyegyeong yang diajarkan bibinya. Wanita tidak diijinkan untuk belajar "hanja" atau karakter tulisan china. Selain itu wanita juga ditolak haknya untuk berpartisipasi dalam "jesa" atau ritual penghormatan leluhur. Wanita bangsawan di perlakukan lebih ketat daripada wanita kelas bawah.
Pada era ini pria diperbolehkan memiliki selir atau istri kedua yang tidak sah, menjadi seorang selir pria bangsawan dapat menaikan kelas sosial mereka yang hanya seorang budak atau wanita biasa. Tetapi anak-anak mereka dianggap tidak sah atau tidak memiliki hak sebagai bangsawan. Nah cerita-cerita ini mungkin banyak kita temui di dalam drakor kan?
Di zaman Joseon wanita hanya dapat memiliki 4 jenis profesi yaitu "gungnyeo" (wanita yang bekerja di istana), "Shaman" atau dukun, Dokter, dan "Gisaeng". Profesi terakhir sering dibandingkan dengan geisha jepang, mereka memiliki kebebasan lebih dibandingkan dengan wanita berprofesi lain. Mereka dapat membaca dan menulis, bermain alat musik, seni, puisi, dan pendamping bagi laki-laki. Bicara soal gisaeng, pada abad ke 16 Hwang Jin Yi adalah gisaeng yang paling terkenal lho dan menjadi role model bagi wanita di Korea. Yang suka drakor pasti pernah nonton drakor jadul dengan judul Hwang Jin Yi.
Korea di awal abad ke 20, lembaga pendidikan perempuan modern pertama didirikan di tahun 1886. Sekolah tersebut diberi nama Ehwa. Meski sudah memiliki sekolah bagi kaum wanita, tidak mudah bagi sekolah untuk mengumpulkan murid. Guru-guru sekolah harus mengunjungi rumah agar para perempuan mau di sekolahkan.
Pada tahun 1919 sekolah perempuan Ehwa ikut serta dalam pergerakan 1 Maret 1919 sehingga membuat perubahan, para perempuan semakin banyak yang mendaftar di sekolah Ehwa.
Baca juga Remembering March 1st Independence Movement of Korea
Comfort Woman ditahun 1931-1945 (atas), Patung perempuan sebagai simbol Comfort Woman (bawah) source: tutufoundationusa.org |
Kesedihan para wanita tidak hanya pada jaman itu tetapi pada era Perang Dunia Ke II Jepang yang begitu kejam terhadap Korea, para tentara Jepang memperbudak para perempuan Korea untuk dijadikan "budak seks" atau "wanita penghibur". Kebanyakan adalah gadis berumur 18 tahun dipaksa melakukan hubungan seks dengan tentara Jepang setiap harinya. Masalah "comfort women" ini juga telah merusak hubungan Korea dengan sekutu AS selama beberapa dekade.
Film Korea berjudul "Herstory" berdasarkan dari kisah nyata yang menginspirasi para wanita "Shimonoseki Trial". Film ini mengisahkan 10 mantan budak seks atau "comfort women" yang berbasis di Busan, berjuang melawan pemerintahan Jepang dari tahun 1992 selama enam tahun yang panjang. Dalam film ini menunjukan tentang apa yang dialami para korban, baik itu dikucilkan atau di intimidasi. Para korban harus bolak-balik dari Shimonoseki ke Busan untuk tuntutan hukuman terhadap pemerintahan Jepang dan bersaksi dalam 23 kasus. Tetapi pemerintah Tokyo mengajukan banding dan menolak keputusan pengadilan. Namun pada akhirnya para korban memenangkan persidangan walaupun baru sebagian dan untuk pertama kalinya dalam sejarah, bahwa mereka harus diberi kompensasi oleh pemerintah Tokyo atas perbudakan dan penderitaan mereka.
Setelah melalui perjalanan panjang hubungan yang tidak baik antara Jepang dan Korea, akhirnya di tahun 2015 pemerintahan Jepang dan Korea selatan mencapai kesepakatan mengenai "comfort women" dengan mendirikan yayasan di bawah pemerintah Korea Selatan untuk mendukung para korban yang masih hidup. Dan didirikan patung seorang gadis untuk simbol bagi para budak wanita yang didirikan di depan konsulat Jepang di Busan.
Film Korea berjudul "Herstory" berdasarkan dari kisah nyata yang menginspirasi para wanita "Shimonoseki Trial". Film ini mengisahkan 10 mantan budak seks atau "comfort women" yang berbasis di Busan, berjuang melawan pemerintahan Jepang dari tahun 1992 selama enam tahun yang panjang. Dalam film ini menunjukan tentang apa yang dialami para korban, baik itu dikucilkan atau di intimidasi. Para korban harus bolak-balik dari Shimonoseki ke Busan untuk tuntutan hukuman terhadap pemerintahan Jepang dan bersaksi dalam 23 kasus. Tetapi pemerintah Tokyo mengajukan banding dan menolak keputusan pengadilan. Namun pada akhirnya para korban memenangkan persidangan walaupun baru sebagian dan untuk pertama kalinya dalam sejarah, bahwa mereka harus diberi kompensasi oleh pemerintah Tokyo atas perbudakan dan penderitaan mereka.
HERSTORY (2018) - Trailer
"Korea Selatan tidak akan berusaha mencari negosiasi kembali kesepakatan 2015 dengan Jepang untuk menyelesaikan masalah comfort women." kata menteri Luar Negeri Kang Kyung Wha, Januari 2018 lalu.
Di Korea Selatan, siapa yang tidak kenal dengan Kang Kyung Wha yaitu menteri Luar Negeri Korea Selatan, sebagai wanita pertama Korea yang memegang posisi tingkat tinggi di PBB. Perempuan yang lahir di Seoul ini merupakan lulusan dari SMA Ehwa, dia aktif dalam organisasi wanita di Korea, sebagai juru bicara Korean Woman NGO di konferensi Beijing. Presiden Moon mengangkat Ms. Kang Kyung Wha sebagai menteri Luar Negeri pertama dan Presiden Moon mampu menepati janji pemilihan anggota kabinet untuk diisi dengan 30% anggota kabinet perempuan lainnya.
Prestasi Kang Kyung Wha dalam dunia diplomasi merupakan titik terang yang telah dicapai sebagai seorang perempuan.
Prestasi Kang Kyung Wha dalam dunia diplomasi merupakan titik terang yang telah dicapai sebagai seorang perempuan.
Cerita perempuan Korea di jaman dulu memiliki kesamaan dengan perempuan Indonesia di jaman dulu. Pada zaman RA Kartini, perempuan tidak bisa belajar membaca dan menulis, perempuan diharuskan menikah atau dijodohkan karena status sosial perempuan yang direndahkan. Pada saat itu Kartini tertarik pada kemajuan perempuan Eropa sehingga memiliki keinginan untuk memajukan perempuan pribumi. Kartini bersama teman-teman perempuannya belajar membaca dan menulis sendiri juga belajar Bahasa Belanda. Kartini yang tidak pernah patah semangat sering surat menyurat dengan korespondensi dari Belanda. Setelah menikah, dengan dukungan dari sang suami Kartini mendirikan sekolah wanita di pintu gerbang kabupaten Rembang. Tapi sayang umurnya tidak panjang, Kartini meninggal di usia 25 tahun. Berkat kegigihan Kartini kemudian didirikan sekolah wanita oleh yayasan Kartini Semarang, Surabaya dan kota lainnya. Nama sekolah tersebut adalah " Sekolah Kartini" dan yayasan tersebut didirikan oleh keluarga Van Deventer tokoh politik.
Berkat emansipasi wanita kegigihan RA Kartini, sekarang para wanita di Indonesia pun bisa maju.
Sekian cerita perempuan dalam dunia diplomasi.
"Door Duisternis Tot Licht"
"Habis Gelap Terbitlah Terang"
Buat kalian yang masih penasaran dan kurang mengerti bagaimana keadaan perempuan di zaman dulu, ada beberapa rekomendasi drama Korea yang menggambarkan keadaan perempuan zaman dulu. Seperti drama/movie Mr. Sunshine, Hymn of Death, The Last Princess dan lainnya
Sumber: Koreana, cosmopolitan, merdeka.com, Woman in South Korea, khistory.org